Selasa, 03 Juni 2014

JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (KUHP) DAN HUKUM PIDANA ISLAM

JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA (KUHP) DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Oleh: Muhammad Ragil




A. Pengertian Hukuman
            Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafaz ‘uqubah menurut bahasa berasal dari kata (عقب) yang sinonimnya ( وجاء بعقبهخلفه ), artinya : mengiringnya dan datang dari belakangnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barang kali lafaz tersebut bisa diambil dari lafaz: …(عاقب) yang sinonimnya:  ( سواء بما فعلجزاه), artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang  dilakukannya.
            Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang yang telah dilakukannya.
            Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai “siksa dan sebagainya”, atau “keputusan yang dijatuhkan oleh hakim”.
            Dalam hukum positif di Indonesia, istilah hukuman hampir sama dengan pidana. Walaupun sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro, kata hukuman sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada hukuman pidana dan hukuman perdata seperti misalnya ganti kerugian. Sedangkan menurut Mulyatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah, istilah pidana lebih daripada hukuman sebagai terjemahan kata straf. Karena, kalau straf diterjemahkan dengan hukuman maka straf retcht harus diterjemahkan “hukum hukuman”.
            Menurut Sudarto seperti yang dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, pengertian pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang sengaja melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.  Sedangkan menurut Roeslan Saleh yang juga dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik itu.
            Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
            Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat diambil intisari bahwa  hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang kepada seseorang yang cakap menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau peristiwa pidana.
            Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti  didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah :
 هي الجزاء المقرر لمصلحة الجماعة على عصيان أمر الشارعالعقوبة
“Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara”.
            Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar ketentuan syara’, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.

B. Jenis-jenis Hukuman dalam Hukum Positif Indonesia (KUHP)
            Sebagaimana telah diketahui, bahwa hukum pidana itu adalah sanksi. Dengan sanksi, dimaksudkan untuk menguatkan apa yang telah dilarang atau yang diperintahkan oleh ketentuan hukum. Terhadap orang yang melanggar ketentuan hukum, diambil tindakan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang bersangkutan.
Jenis-jenis pidana tercantum di dalam pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi delik yang tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang. Jenis pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan. Jenis-jenis hukuman/pidana tersebut adalah:
a.  Hukuman Pokok:
1)      Hukuman mati,
2)      Hukuman penjara,
3)      Hukuman kurungan,
4)      Hukuman denda,
5)      Hukuman tutupan,
b. Hukuman Tambahan:
1)      Pencabutan beberapa hak yang tertentu,
2)      Perampasan beberapa barang yang tertentu,
3)      Pengumuman putusan hakim.

1. Hukuman Pokok
  1. Hukuman Mati
Hukuman ini adalah puncak dari segala hukuman. Hukuman ini terutama di abad-abad terakhir telah banyak dipersoalkan di antara golongan yang setuju dan yang tidak setuju terhadap hukuman ini. Salah satu yang dirasakan orang terhadap hukuman mati ini ialah sifatnya yang mutlak, sifatnya yang tidak memungkinkan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan.
Banyak negara yang telah menghapuskan pidana mati untuk diterapkan di KUHP-nya seperti: Belanda, Jerman, Italia, Portugal, dan lain-lain. Sedangkan negara seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Pakistan, dan lain-lain masih mencatumkan pidana mati di KUHP-nya.
Jika negara lain satu persatu menghapus pidana mati, maka sebaliknya di Indonesia semalin banyak delik yang diancam dengan pidana mati. Delik yang diancam pidana mati di Indonesia sudah menjadi 9 buah yaitu:
1)      Pasal 104 KUHP (makar terhadap presiden),
2)      Pasal 111 ayat (2) KUHP (membujuk negara asing berperang),
3)      Pasal 124 ayat (3) KUHP(menyerahkan kekuasaan, menganjurkan huru-hara),
4)      Pasal 124 bis KUHP,
5)      Pasal 140 ayat (3)KUHP (makar pada negara sahabat),
6)      Pasal 340 KUHP(pembunuhan berencana),
7)      Pasal 365 ayat (4)KUHP(curat curas dengan kematian),
8)      Pasal 444 KUHP(pembajakan laut,dengan akibat kematian),
9)      Pasal 479 K ayat (2) dan pasal 479 O ayat (2) KUHP(kekerasan dalam pesawat dengan akibat kematian).
Hasil survei PBB antara 1998 hingga 2002 tentang korelasi antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan menyebutkan hukuman tidak lebih baik daripada hukuman penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Hasil studi tersebut secara signifikan mempengaruhi keputusan beberapa negara untuk menghapuskan hukuman mati.
Mengenai hak asasi manusia (HAM), Indonesia juga melindunginya dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini ditunjukan dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai HAM, yaitu Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam undang-undang ini, mengenai hak hidup tercantum dalam pasal 9 ayat 1 yang menyatakan, “setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”.
Untuk meringankan penderitaan fisik bagi terpidana mati, maka beberapa usaha telah dilakukan dalam eksekusi seperti: guillotine (Prancis, 1792), kursi listrik (Prancis, 1888), kamar gas (1924), dan dengan suntikan.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam PP No 2 tahun 1964, yaitu:
1.      Ditembak mati (pasal 1),
2.      Di tempat penjatuhan hukuman pengadilan tingkat pertama (pasal 2),
3.      Regu tembak(1 perwira,1 bintara, dan 12 tamtama (pasal 10/1.2),
4.      Berdiri, duduk, berlutut.(pasal 12),
5.      Sasaran tembak jantung (pasal 14).
  1. Hukuman Penjara
            Hukuman penjara adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu (pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal, lamanya hukuman penjara sementara dapat ditetapkan sampai 20 tahun berturut-turut. Yaitu untuk suatu kejahatan disediakan hukuman yang dapat dipilih oleh hakim diantaranya:
1)      Hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, dan penjara untuk sementara waktu.
2)      Hukuman penjara seumur hidup, dan hukuman penjara untuk sementara waktu.
3)      Terjadi gabungan peristiwa pidana.
4)      Terjadi pengulangan peristiwa pidana.
5)      Terjadi perbuatan kejahatan seperti dimaksud dalam pasal 52, jumlah hukuman menjadi lebih dari 15 tahun.
Akan tetapi, bagaimanapun juga hukuman penjara sementara waktu tidak boleh melebihi 20 tahun. Hal ini sesuai dengan pasal 12 ayat (4) KUHP.


Pidana penjara disebut juga pidana hilang kemerdekaan. Tidak hanya itu, tapi narapidana juga kehilangan hak-hak tertentu, diantaranya:
1)      Hak untuk memilih dan dipilih.
2)      Hak untuk memangku jabatan politik.
3)      Hak untuk bekerja di perusahaan.
4)      Hak untuk mendapatkan perizinan tertentu.
5)      Hak untuk mengadakan asuransi hidup.
6)      Hak untuk kawin, dan lain-lain.
  1. Hukuman Kurungan
Hukuman kurungan seperti halnya dengann hukuman penjara, maka dengan hukuman kurungan pun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya. Menurut pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 1 tahun paling lama. Hukuman kurungan ini mempunyai banyak kesamaan dengan hukuman penjara. Di dalam beberapa hal,(samenloop, residive, dan pemberatan karena jabatan) hukuman kurungan itu dapat dikenakan lebih lama, yaitu 1 tahun 4 bulan (pasal 18 ayat (2) KUHP). Hukuman kurungan dianggap lebih ringan dari hukuman penjara dan hanya diancamkan bagi peristiwa yang ringan sifatnya seperti di dalam kejahatan yang tidak disengaja dan di dalam hal pelanggaran.
  1. Hukuman Denda
Berbeda dengan hukuman-hukuman lain, maka di dalam hukuman denda, hukuman itu dapat dirubah menjadi kurungan sebagai pengganti. Yang dikenakan hukuman dapat memilih, membayar denda atau kurungan sebagai gantinya.
Dalam undang-undang tidak ditentukan maksimum umum besarnya denda yang harus dibayar. Yang ada ialah minimum umum yang semula 25 sen, kemudian diubah dengan undang-undang no.18 (perpu) tahun 1960 (LN 1960 no. 52) menjadi lima belas(15) kali lipat.
Lamanya pidana kurungan pengganti denda ditentukan secara kasus demi kasus dengan putusan hakim, minimum umum 1 hari dan maksimum 6 bulan (pasal 30 ayat (3) KUHP). Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 bulan dalam hal gabungan (concursus) resedive, dan delik jabatan menurut pasal 52 dan 52 bis (pasal 30 ayat (5) KUHP). Kurungan itu dapat saja dihentikan segera, setelah si terhukum membayar dendanya. Jangka waktu untuk membayar denda ditentukan oleh jaksa yang mengeksekusinya, dimulai dengan waktu 2 bulan dan diperpanjang menjadi 1 tahun.
  1. Hukuman Tutupan
Dalam KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10 dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda. Tentulah pencatuman ini didasarkan kepada undang-undang no. 20 tentang pidana tutupan.
Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktik peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan.
Di dalam pasal 2 undang-undang 1946 no. 20 itu ditetapkan bahwa di dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, maka hakim boleh menjatuhkan hukuman tutupan. Dari pasal 1 undang-undang tersebut, ternyata hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk menggantikan hukuman penjara.
2. Hukuman Tambahan
Pidana tambahan ini hanya bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Jadi, tidaklah dapat berdiri sendiri, kecuali dalam hal-hal tertentu, dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif, artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus.
a. Pencabutan Hak-hak Tertentu
            Pencabutan segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga sdisebut “burgerlijke dood”, tidak diperkenankan oleh undang-undang sementara (pasal 15 ayat 2).
            Hak-hak yang dapat dicabut oleh keputusan, dimuat dalam pasal 35 KUHP, yaitu:
1)      Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.
2)      Hak memasuki angkatan bersenjata.
3)      Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diakan berdasarkan aturan-aturan umum.
4)      Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya sendiri.
5)      Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.
6)      Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu.
Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal ini dijelaskan dalam pasal 38 KUHP, yaitu:
a.       Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur hidup.
b.      Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya.
c.       Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan palin banyak 5 tahun.
b. Perampasan Barang-barang Tertentu
            Perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas, yaitu:
1)      Barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan.
2)      Barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan.
Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar, maka harus diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan ini 1 hari paling sedikit dan 6 bulan paling lama. Jika barang itu dipunyai bersama, dalam keadaan ini, perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang kepunyaan orang lain akan terampas pula.
c. Pengumuman Putusan Hakim
            Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana.
Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.




C. Jenis-jenis Hukuman dalam Hukum Pidana Islam (Jinayah)
            Hukuman dalam hukum pidana islam dapat dibagi kepada beberapa bagian dengan meninjaunya dari beberapa segi. Dalam hal ini ada lima penggolongan yaitu:
  1. Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang lain. Dalam hal ini hukuman dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
a.       Hukuman Pokok (’Uqubah Ashliyah) Yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli, Contohnya: hukuman qishash untuk jarimah pembunuhan, Hukuman Dera 100 x untuk jarimah Zina, atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian.
b.      Hukuman pengganti (’Uqubah Badaliyah), Yaitu hukuman yang menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena alasan yang sah. Contohnya: Hukuman diat sebagai hukuman pengganti hukuman Qishash. Sesungguhnya had itu juga merupakan hukuman pokok yaitu untuk pembunuhan menyerupai sengaja atau kekeliruan, akan tetapi juga menjadi hukuman pengganti untuk hukuman qishash.
c.       Hukuman Tambahan (’Uqubah Taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikutihukuman pokok tanpa memerlukan keputusan hakim secara tersendiri. Contohnya: Larangan menerima warisan bagi orang yang membunuh orang yang akan diwarisinya (orang tua membunuh anaknya sendiri), sebagai tambahan untuk hukuman Qishash atau diat.   Contoh Selain itu hukuman pencabutan hak untuk menjadi saksi bagi orang yang telah melakukan jarimah Qadzab (menuduh zina), disamping hukuman pokokya yaitu jilid (dera) 80 kali.
d.      Hukuman Pelengkap (Uqubah Takmiliyah) Yaitu hukuman yang mengikutihukuman pokok dengan syarat harus mendapat keputuan tersendiri dari hakim.Dan syarat inilah yang membedakan dengan hukuman tambahan. Contoh: mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong dilehernya.
  1. Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman, maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu:
a.        Hukuman yang mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi dan batas terendah,  Contohnya: Hukuman Jilid (dera) sebagai hukuman had (delapan puluh kali atau seratus kali) dalam hal ini hakim tidak berwenang untuk menambah atau mengurangi karena hukuman itu hanya hanya satu macam saja.
b.      Hukuman yang mempunyai dua batas, yaitu batas tertnggi dan batas terendah. Dalam hal ini hakim diberi kewenangan dan kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut. Contoh: hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah ta’zir.

  1. Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a.       Hukuman yang telah ditentukan (Uqubah Muqaddarah), yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan oleh syara’ dan hakim berkewajiban untuk memutuskan tanpa mengurangi, menambah, atau menggantinya dengan hukuman yang lain. Ulil amri tidak berhak untuk menggugurkannya.
b.      Hukuman yang belum ditentukan (Uqubah Ghair Muqaddarah), yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih jenisnya dari sekumpulan hukuman hukuman yang ditetapkan oleh syara’ dan menentukan jumlahnya untuk kemudian disesuaikan dengan perbuatan pelakunya.

  1. Ditinjau dari segi tempat dilakukanya hukuman maka hukuman dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a.       Hukuman badan (Uqubah badanyah), yaitu hukuman yang dikenakan atas badan manusia, seperti hukuman mati, jilid (dera) dan penjara.
b.      Hukuman Jiwa (Uqubah Nafsiyah), yaitu hukuman yang dikenakan atas jiwa manusia, bukannya atas badannya, seperti ancaman, peringatan, atau teguran.
c.       Hukuman harta (‘Uqubah Maliyah), yaitu  hukuman yang dikenakan terhadap harta seseorang, seperti diat, denda, dan perampasan harta.
  1. Ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman, hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut:
a.       Hukuman Hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.
b.      Hukuman Qishash dan diat, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah qishash dan diat.
c.       Hukuman Kifarat, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagaian jarimah qishash dan diat dan beberapa jarimah ta’zir.
d.      Hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir.
Pembagian hukuman yang kelima ini merupakan pembagian yang sangat penting, karena sebenarnya inilah substansi dari hukuman dalam hukum pidana Islam. Bagian inilah yang akan dijelaskan dalam uraian dibawah ini.
  1. Hukuman-hukuman untuk Jarimah Hudud         
Hukum hudud adalah hukuman-hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah hudud, jarimah hudud ada tujuh macam yaitu:
·         Zina,
·         Qadzaf (penuduhan zina),
·         Minum minuman keras,
·         Pencurian,
·         Hirabah (perampokan),
·         Riddah (murtad), dan
·         Pemberontakan.

a. Hukuman untuk Jarimah Zina
            Syariat Islam telah menetapkan tiga jenis hukuman untuk jarimah zina yaitu: Dera (Jilid), Pengasingan, Rajam.
  •  Hukuman dera seratus kali dan pengasingan ditetapkan untuk pelaku zina yang keduanya ghoir muhshan (belum menikah).
  •  Hukuman rajam bagi pelaku zina yang keduanya Muhshan (menikah).
  • Kalau pelakunya yang satu ghoir muhshan dan satunya muhshan maka yang muhshan dirajan dan yang ghoir muhshan di dera(jilid) dan diasingkan.

Dasar hukuman dera seratus kali:

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ [٢٤:٢].



 Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah beas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS.an-Nuur: 2)
Dasar hukuman pengasingan bagi pelaku zina ghairu muhshan:
...البكر بالبكر جلد مائة و نفى سنة...
          
Jejaka dan gadis hukumannya jilid seratus kali dan pengasingan selama satu tahun” (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari dan an-Nasa’i).
Dasar hukuman rajam bagi pelaku zina muhshan:
...والثيب بالثيب جلد مائة والرجم.
Dan janda dengan duda hukumannya jilid seratus kali dan rajam” (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari dan an-Nasa’i).

b. Hukuman untuk Jarimah Qadzaf (Penuduhan Zina)
             Hukuman untuk jarimah qadzaf dalam syariat islam ada dua yaitu:
  • Hukuman pokok, yaitu jilid, Jilid untuk pelaku Qadzaf berbeda dengan zina yang jumlahnya hanya  delapan puluh kali cambukan
  •   Hukuman Tambahan; yaitu pencabutan hak untuk menjadi saksi.
Dasar Hukumnya:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [٢٤:٤]
  dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS.an-Nuur: 4).

c. Hukuman Minum Minuman Keras
           Hukuman untuk minum minuman keras adalah jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali dera. Imam Syafi’i berpendapat bahwa 80 kali jilid tersebut 40 kali jilid termasuk had sedangkan 40 kali adalah ta’zir yang hanya dijatuhkan oleh hakim kalau dipandang perlu oleh hakim.
           Larangan meminum minuman keras terdapat dalam QS.al-Ma’idah: 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [٥:٩٠]
hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman) khamr, judi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan yang keji termasuk perbuatan syaiton. Maka jauhilah perbuatan-itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS.al-Maidah:90).
           Sedangkan untuk hukumannya tercantum dalam hadis Nabi saw:
عن عبدالله بن عمر قال رسول الله ص م : من شرب الخمر فاجلدوه فإن عاد فاجلدوه...
 dari Abdullah Ibn’ Umar ia berkata: telah bersabda Rasullulah Saw” barangsiapa yang meminum khamr maka jilidlah ia, apabila ia mengulanginya, maka jilidlah ia, apabila mengulangi lagi jilidlah ia.” (HR.Ahmad).
d. Hukuman untuk Jarimah Pencurian
            Jarimah pencurian diancam dengan hukuman potong tangan. Para fuqaha telah sepakat, bahwa dalam pengertian tangan termasuk juga kaki. Apabila seseorang melakukan pencurian untuk yang pertama kalinya maka tangan kanannya yang dipotong, dan jika mencuri kembali untuk kedua kalinya maka kaki kirinya yang dipotong.
           Dasar hukuman bagi pelaku pencurian:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [٥:٣٨]
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah maha perkasa lagi maha Bijaksana” (QS.al-Ma’idah: 38).

e. Hukuman untuk jarimah Perampokan
             Syariat Islam menetapkan empat macam hukuman untuk tindak pidana perampokan (hirabah) yaitu:
·         Hukuman mati dan salib, jika merampas dan membunuh korban.
·         Potong tangan dan kaki secara silang, jika merampas dan tidak membunuh.
·         Hukuman mati, jika membunuh korban,tidak merampas hartanya.
·         Pengasingan, jika hanya menakut-makuti orang yang lewat dijalan, tetapi tidak merampas hartanya.
Dasar hukumannya:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ [٥:٣٣]
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka itu dibunuh atau di salib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamaanya) yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akherat mereka peroleh siksaan yang besar”. (QS.al-Ma’idah: 33).
f. Hukuman Jarimah Riddah (Murtad)
                  Jarimah riddah diancam dengan dua hukuman, yaitu hukuman mati sebagai hukuman pokok, dan penyitaan harta sebagai hukuman tambahan. Hukuman mati bagi orang yang murtad didasarkan pada hadist nabi Saw. HR Bukhari. Yang artinya:
dari Ibn Abbas ra, ia berkata: Telah bersabda RasullAllah Saw: “barang siapa mengganti agamannya maka bunuhlah ia”.

                  Dalam hal penyitaa harta ini banyak sekali perbedaan pendapat namun ada pendapat yang kuat yaitu mengatakan bahwa harta yang disita hanya sebatas harta yang diperoleh setelah dia murtad sedangkan harta sebelumnya diserahkan kepada ahli warisnya yang masih muslim.

g. Hukuman untuk Jarimah Pemberontakan
                  Hukuman untuk jarimah pemberontakan adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan pada Firman Allah Swt dalam surat al-Hujuraat: 9:

وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [٤٩:٩]
“dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduannya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah: jika golongan itu telah kembali (kepad perintah Allah), maka damaikanlah antara keduannya dengan adil dan berlaku adilah sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

            Yang lebih tegas tentang hukuman bagi jarimah pemberontakan adalah terdapat dalam hadis Nabi saw HR. Muslim. Yang artinya” Dari Urfajah ibn syuraih ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda:”barang siapa yang dating kepeda kamu sekalian, sedangkan kalian telah sepakat kepada seorang pemimpin, untuk memecah belah belah kelompok kalian, maka bunuhlah dia”.

2. Hukuman-hukuman untuk Jarimah Qishash dan Diat
            Jarimah qishash dan diat ada lima macam, yaitu:
1)      Pembunuhan sengaja,
2)      Pembunuhan menyerupai sengaja,
3)      Pembunuhan karena kesalahan (tidak sengaja),
4)      Penganiayaan sengaja,
5)      Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).

Hukuman-hukuman yang diancamkan kepada jarimah-jarimah  tersebut  adalah:
1)      Qishash
2)      Diat
3)      Kifarat
4)      Hilangnya hak waris dan hak wasiat.

  1. Hukuman Qishash
Pengertian qishash sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad abu zahrah adalah sebagai berikut: Qishash adalah memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan persis seperti apa yang dilakukan terhadap korban.
Qishash didasarkan kepada Firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 178-179: 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ [٢:١٧٨]وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [٢:١٧٩]
“ Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu permaafan dari saudaranya, hendaklah yang dimaafkan membayar(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan  kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang amat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.”

Hukuman qiashash ini berlaku untuk jarimah-jarimah pembunuhan sengaja dan penganiayaan sengaja. Baik dalam pembunuhan maupun penganiayaan korban maupun walinya diberi wewenang untuk memberikan ampunan terhadap pelaku apabila ada pengampunan maka hukuman qishash bisa gugur dan diganti dengan hukuman diat.
  1. Hukuman Diat
Diat adalah hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan menyerupai sengaja dan tidak sengaja. Ketentuan ini didasarkan kepada Firman Allah Swt dalam surah An-Nisaa’ ayat 92:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَن يَصَّدَّقُوا ۚ ...[٤:٩٢]
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain) kecuali kerena tersalah (tidak sengaja): dan barang siapa membunuh orang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (orang yang terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.
                        Meskipun bersifat hukuman, namun diat merupakan harta yang diberikan kepada korban atau keluarganya, bukan kepada berbendaharaan Negara dalam hal ini diat hampir mirip dengan ganti kerugian.
  1. Hukuman Kifarat
Hukuman kifarat dijatuhkan atas  pembunuhan karena kekeliruan (tidak sengaja) dan menyerupai sengaja. Adapun hukumannya adalah membebaskan seorang hamba yang mukmin.Apabila tidak mampu maka hukumannya diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam surah An-Nisaa’ ayat 92:
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا [٤:٩٢].
…Barang siapa yang tidak memperolehnya ia (si pembunuh)berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
  1. Hukuman Pencabutan hak Waris dan Wasiat
Pencabutan hak waris dan hak wasiat merupakan hukuman tambahan, disamping hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan. Ketentuan ini didasarkan hadis Nabi saw yang artinya ; “Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata, Rasulullah saw telah bersabda, ‘Tidak ada bagian sedikit pun dari warisan bagi seorang pembunuh’”. (HR.an-Nasa’i dan ad-Daruquthni).


3. Hukuman Jarimah Ta’zir
            Hukuman ta’zir, seperti yang dikemukakan oleh Imam Al-Mawardi adalah sebagai berikut:Ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannyabelum ditetapkan oleh syara.
            Jarimah ta’zir jumlahnya sangat banyak, kerena mencakup semua perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syara dan diserahkan kepada ulil amri untuk mengaturnya. Jadi intinya jarimah yang tidak diatur dalam syara seperti: hukuman kawalan, hukuman pengucilan, dan lain sebagainya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar