JENIS-JENIS HUKUMAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA
(KUHP) DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Oleh: Muhammad Ragil
A. Pengertian Hukuman
Hukuman
dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafaz ‘uqubah menurut bahasa
berasal dari kata (عقب) yang sinonimnya ( وجاء بعقبهخلفه
), artinya : mengiringnya dan datang dari belakangnya. Dalam pengertian
yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barang kali lafaz tersebut
bisa diambil dari lafaz: …(عاقب) yang sinonimnya: ( سواء بما
فعلجزاه), artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Dari
pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia
mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan.
Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami dapat dipahami bahwa sesuatu
disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang
yang telah dilakukannya.
Dalam
bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai “siksa dan sebagainya”, atau
“keputusan yang dijatuhkan oleh hakim”.
Dalam
hukum positif di Indonesia, istilah hukuman hampir sama dengan pidana. Walaupun
sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro, kata hukuman
sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada hukuman
pidana dan hukuman perdata seperti misalnya ganti kerugian. Sedangkan menurut
Mulyatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah, istilah pidana lebih
daripada hukuman sebagai terjemahan kata straf. Karena, kalau straf
diterjemahkan dengan hukuman maka straf retcht harus diterjemahkan
“hukum hukuman”.
Menurut
Sudarto seperti yang dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, pengertian
pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang sengaja
melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh yang juga
dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud
suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik itu.
Wirjono
Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang
oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang
tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Dari
beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat diambil intisari
bahwa hukuman atau pidana adalah suatu
penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan yang
diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang kepada seseorang yang cakap
menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau peristiwa pidana.
Menurut
hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti
didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah :
هي الجزاء المقرر لمصلحة الجماعة على عصيان أمر
الشارعالعقوبة
“Hukuman
adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat,
karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara”.
Dari
definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah salah satu tindakan
yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbuatan yang melanggar
ketentuan syara’, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan
masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan individu.
B. Jenis-jenis Hukuman dalam
Hukum Positif Indonesia (KUHP)
Sebagaimana telah diketahui, bahwa hukum pidana itu adalah
sanksi. Dengan sanksi, dimaksudkan untuk menguatkan apa yang telah dilarang
atau yang diperintahkan oleh ketentuan hukum. Terhadap orang yang melanggar
ketentuan hukum, diambil tindakan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan
yang bersangkutan.
Jenis-jenis pidana
tercantum di dalam pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi delik yang
tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan undang-undang itu menyimpang. Jenis
pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana tambahan
hanya dijatuhkan jika pidana pokok dijatuhkan. Jenis-jenis hukuman/pidana tersebut
adalah:
a.
Hukuman Pokok:
1) Hukuman mati,
2) Hukuman penjara,
3) Hukuman kurungan,
4) Hukuman denda,
5) Hukuman tutupan,
b. Hukuman Tambahan:
1) Pencabutan beberapa hak
yang tertentu,
2) Perampasan beberapa
barang yang tertentu,
3) Pengumuman putusan
hakim.
1. Hukuman Pokok
- Hukuman
Mati
Hukuman
ini adalah puncak dari segala hukuman. Hukuman ini terutama di abad-abad
terakhir telah banyak dipersoalkan di antara golongan yang setuju dan yang
tidak setuju terhadap hukuman ini. Salah satu yang dirasakan orang terhadap
hukuman mati ini ialah sifatnya yang mutlak, sifatnya yang tidak memungkinkan
untuk mengadakan perbaikan atau perubahan.
Banyak
negara yang telah menghapuskan pidana mati untuk diterapkan di KUHP-nya
seperti: Belanda, Jerman, Italia, Portugal, dan lain-lain. Sedangkan negara
seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Pakistan, dan lain-lain masih
mencatumkan pidana mati di KUHP-nya.
Jika
negara lain satu persatu menghapus pidana mati, maka sebaliknya di Indonesia
semalin banyak delik yang diancam dengan pidana mati. Delik yang diancam pidana
mati di Indonesia sudah menjadi 9 buah yaitu:
1) Pasal 104 KUHP (makar
terhadap presiden),
2) Pasal 111 ayat (2) KUHP
(membujuk negara asing berperang),
3) Pasal 124 ayat (3)
KUHP(menyerahkan kekuasaan, menganjurkan huru-hara),
4) Pasal 124 bis KUHP,
5) Pasal 140 ayat (3)KUHP
(makar pada negara sahabat),
6) Pasal 340
KUHP(pembunuhan berencana),
7) Pasal 365 ayat
(4)KUHP(curat curas dengan kematian),
8) Pasal 444
KUHP(pembajakan laut,dengan akibat kematian),
9) Pasal 479 K ayat (2)
dan pasal 479 O ayat (2) KUHP(kekerasan dalam pesawat dengan akibat kematian).
Hasil
survei PBB antara 1998 hingga 2002 tentang korelasi antara praktek hukuman mati
dan angka kejahatan menyebutkan hukuman tidak lebih baik daripada hukuman
penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Hasil
studi tersebut secara signifikan mempengaruhi keputusan beberapa negara untuk
menghapuskan hukuman mati.
Mengenai
hak asasi manusia (HAM), Indonesia juga melindunginya dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini ditunjukan dengan adanya undang-undang yang
mengatur mengenai HAM, yaitu Undang-undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam undang-undang ini, mengenai hak hidup tercantum dalam pasal 9
ayat 1 yang menyatakan, “setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan
hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”.
Untuk
meringankan penderitaan fisik bagi terpidana mati, maka beberapa usaha telah
dilakukan dalam eksekusi seperti: guillotine (Prancis, 1792), kursi listrik
(Prancis, 1888), kamar gas (1924), dan dengan suntikan.
Pelaksanaan
hukuman mati diatur dalam PP No 2 tahun 1964, yaitu:
1. Ditembak mati (pasal
1),
2. Di tempat penjatuhan
hukuman pengadilan tingkat pertama (pasal 2),
3. Regu tembak(1 perwira,1
bintara, dan 12 tamtama (pasal 10/1.2),
4. Berdiri, duduk, berlutut.(pasal
12),
5. Sasaran tembak jantung
(pasal 14).
- Hukuman
Penjara
Hukuman penjara adalah untuk
sepanjang hidup atau sementara waktu (pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara
untuk sementara waktu berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut
paling lama. Akan tetapi dalam beberapa hal, lamanya hukuman penjara sementara dapat
ditetapkan sampai 20 tahun berturut-turut. Yaitu untuk suatu kejahatan
disediakan hukuman yang dapat dipilih oleh hakim diantaranya:
1) Hukuman mati, hukuman
penjara seumur hidup, dan penjara untuk sementara waktu.
2) Hukuman penjara seumur
hidup, dan hukuman penjara untuk sementara waktu.
3) Terjadi gabungan
peristiwa pidana.
4) Terjadi pengulangan
peristiwa pidana.
5) Terjadi perbuatan
kejahatan seperti dimaksud dalam pasal 52, jumlah hukuman menjadi lebih dari 15
tahun.
Akan
tetapi, bagaimanapun juga hukuman penjara sementara waktu tidak boleh melebihi
20 tahun. Hal ini sesuai dengan pasal 12 ayat (4) KUHP.
Pidana
penjara disebut juga pidana hilang kemerdekaan. Tidak hanya itu, tapi
narapidana juga kehilangan hak-hak tertentu, diantaranya:
1) Hak untuk memilih dan
dipilih.
2) Hak untuk memangku
jabatan politik.
3) Hak untuk bekerja di
perusahaan.
4) Hak untuk mendapatkan
perizinan tertentu.
5) Hak untuk mengadakan
asuransi hidup.
6) Hak untuk kawin, dan
lain-lain.
- Hukuman Kurungan
Hukuman
kurungan seperti halnya dengann hukuman penjara, maka dengan hukuman kurungan
pun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya. Menurut
pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikit-dikitnya
dan 1 tahun paling lama. Hukuman kurungan ini mempunyai banyak kesamaan dengan
hukuman penjara. Di dalam beberapa hal,(samenloop, residive, dan pemberatan
karena jabatan) hukuman kurungan itu dapat dikenakan lebih lama, yaitu 1 tahun
4 bulan (pasal 18 ayat (2) KUHP). Hukuman kurungan dianggap lebih ringan dari
hukuman penjara dan hanya diancamkan bagi peristiwa yang ringan sifatnya
seperti di dalam kejahatan yang tidak disengaja dan di dalam hal pelanggaran.
- Hukuman
Denda
Berbeda
dengan hukuman-hukuman lain, maka di dalam hukuman denda, hukuman itu dapat
dirubah menjadi kurungan sebagai pengganti. Yang dikenakan hukuman dapat
memilih, membayar denda atau kurungan sebagai gantinya.
Dalam
undang-undang tidak ditentukan maksimum umum besarnya denda yang harus dibayar.
Yang ada ialah minimum umum yang semula 25 sen, kemudian diubah dengan
undang-undang no.18 (perpu) tahun 1960 (LN 1960 no. 52) menjadi lima belas(15)
kali lipat.
Lamanya
pidana kurungan pengganti denda ditentukan secara kasus demi kasus dengan
putusan hakim, minimum umum 1 hari dan maksimum 6 bulan (pasal 30 ayat (3)
KUHP). Maksimum ini dapat dinaikkan menjadi 8 bulan dalam hal gabungan
(concursus) resedive, dan delik jabatan menurut pasal 52 dan 52 bis (pasal 30
ayat (5) KUHP). Kurungan itu dapat saja dihentikan segera, setelah si terhukum
membayar dendanya. Jangka waktu untuk membayar denda ditentukan oleh jaksa yang
mengeksekusinya, dimulai dengan waktu 2 bulan dan diperpanjang menjadi 1 tahun.
- Hukuman
Tutupan
Dalam
KUHP terjemahan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pada pasal 10
dicantumkan pidana tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana
denda. Tentulah pencatuman ini didasarkan kepada undang-undang no. 20 tentang
pidana tutupan.
Pidana
tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh
ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktik peradilan dewasa ini, tidak
pernah ketentuan tersebut diterapkan.
Di
dalam pasal 2 undang-undang 1946 no. 20 itu ditetapkan bahwa di dalam mengadili
orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan hukuman penjara, karena
terdorong oleh maksud yang patut dihormati, maka hakim boleh menjatuhkan
hukuman tutupan. Dari pasal 1 undang-undang tersebut, ternyata hukuman tutupan
itu dimaksudkan untuk menggantikan hukuman penjara.
2. Hukuman Tambahan
Pidana tambahan
ini hanya bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan. Jadi, tidaklah dapat
berdiri sendiri, kecuali dalam hal-hal tertentu, dalam perampasan barang-barang
tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif, artinya dapat dijatuhkan
tetapi tidaklah harus.
a. Pencabutan Hak-hak Tertentu
Pencabutan
segala hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga sdisebut
“burgerlijke dood”, tidak diperkenankan oleh undang-undang sementara (pasal 15
ayat 2).
Hak-hak yang
dapat dicabut oleh keputusan, dimuat dalam pasal 35 KUHP, yaitu:
1) Hak memegang jabatan
pada umumnya atau jabatan tertentu.
2) Hak memasuki angkatan
bersenjata.
3) Hak memilih dan dipilih
dalam pemilihan yang diakan berdasarkan aturan-aturan umum.
4) Hak menjadi penasihat
(raadsman) atau pengurus menurut hukum (gerechtelijke bewindvoerder), hak
menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang
bukan anaknya sendiri.
5) Hak menjalankan
kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri.
6) Hak menjalankan
pencaharian (beroep) yang tertentu.
Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal ini dijelaskan dalam pasal 38 KUHP, yaitu:
Untuk berapa lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak tersebut, hal ini dijelaskan dalam pasal 38 KUHP, yaitu:
a. Dalam hal pidana atau
mati, lamanya pencabutan seumur hidup.
b. Dalam hal pidana
penjara untuk waktu tertentu atau kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit 2
tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya.
c. Dalam hal denda lamanya
pencabutan paling sedikit 2 tahun dan palin banyak 5 tahun.
b. Perampasan Barang-barang
Tertentu
Perampasan
merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana benda. Dalam pasal
39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas, yaitu:
1) Barang-barang yang
berasal/diperoleh dari hasil kejahatan.
2) Barang-barang yang
sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan.
Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar,
maka harus diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan ini 1 hari paling sedikit
dan 6 bulan paling lama. Jika barang itu dipunyai bersama, dalam keadaan ini,
perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang kepunyaan orang lain
akan terampas pula.
c. Pengumuman Putusan Hakim
Di dalam
pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan supaya putusan
diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang lain. Maka harus
ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana.
Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.
Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang. Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16 tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.
C. Jenis-jenis Hukuman dalam Hukum
Pidana Islam (Jinayah)
Hukuman
dalam hukum pidana islam dapat dibagi kepada beberapa bagian dengan meninjaunya
dari beberapa segi. Dalam hal ini ada lima penggolongan yaitu:
- Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang
lain. Dalam hal ini hukuman dapat dibagi menjadi 4 bagian
yaitu:
a. Hukuman Pokok (’Uqubah
Ashliyah) Yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah yang
bersangkutan sebagai hukuman yang asli, Contohnya: hukuman qishash untuk jarimah
pembunuhan, Hukuman Dera 100 x untuk jarimah Zina, atau hukuman potong tangan
untuk jarimah pencurian.
b.
Hukuman pengganti (’Uqubah
Badaliyah), Yaitu
hukuman yang menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat
dilaksanakan karena alasan yang sah. Contohnya: Hukuman diat sebagai hukuman pengganti
hukuman Qishash. Sesungguhnya had itu juga merupakan hukuman pokok yaitu untuk
pembunuhan menyerupai sengaja atau kekeliruan, akan tetapi juga menjadi hukuman
pengganti untuk hukuman qishash.
c.
Hukuman Tambahan (’Uqubah
Taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikutihukuman
pokok tanpa memerlukan
keputusan hakim secara tersendiri. Contohnya: Larangan menerima warisan bagi orang
yang membunuh orang yang akan diwarisinya (orang tua membunuh anaknya sendiri),
sebagai tambahan untuk hukuman Qishash atau diat. Contoh Selain itu hukuman pencabutan hak untuk menjadi
saksi bagi orang yang telah melakukan jarimah Qadzab (menuduh zina), disamping
hukuman pokokya yaitu jilid (dera) 80 kali.
d.
Hukuman Pelengkap (Uqubah Takmiliyah) Yaitu hukuman yang mengikutihukuman
pokok dengan syarat harus mendapat keputuan tersendiri dari hakim.Dan syarat
inilah yang membedakan dengan hukuman tambahan. Contoh: mengalungkan tangan
pencuri yang telah dipotong dilehernya.
- Ditinjau dari segi
kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman, maka hukuman
dapat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu:
a.
Hukuman yang mempunyai satu batas, artinya tidak ada
batas tertinggi dan batas terendah, Contohnya: Hukuman Jilid (dera) sebagai hukuman
had (delapan puluh kali atau seratus kali) dalam hal ini hakim tidak berwenang
untuk menambah atau mengurangi karena hukuman itu hanya hanya satu macam saja.
b.
Hukuman
yang mempunyai dua batas, yaitu batas tertnggi dan batas terendah. Dalam hal
ini hakim diberi kewenangan dan kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai
antara kedua batas tersebut. Contoh: hukuman penjara atau jilid pada
jarimah-jarimah ta’zir.
- Ditinjau dari segi
keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, hukuman dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
a.
Hukuman yang telah ditentukan (Uqubah Muqaddarah), yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan oleh
syara’ dan hakim berkewajiban untuk memutuskan tanpa mengurangi, menambah, atau
menggantinya dengan hukuman yang lain. Ulil
amri tidak berhak untuk menggugurkannya.
b.
Hukuman yang
belum ditentukan (Uqubah Ghair Muqaddarah), yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih jenisnya
dari sekumpulan hukuman hukuman yang ditetapkan oleh syara’ dan menentukan
jumlahnya untuk kemudian disesuaikan dengan perbuatan pelakunya.
- Ditinjau dari segi
tempat dilakukanya hukuman maka hukuman dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu sebagai berikut:
a.
Hukuman badan (Uqubah badanyah), yaitu hukuman
yang dikenakan atas badan manusia, seperti hukuman mati, jilid (dera) dan
penjara.
b.
Hukuman Jiwa (Uqubah
Nafsiyah), yaitu hukuman yang dikenakan atas jiwa manusia, bukannya atas
badannya, seperti ancaman, peringatan, atau teguran.
c.
Hukuman harta (‘Uqubah Maliyah), yaitu hukuman yang dikenakan terhadap harta
seseorang, seperti diat, denda, dan perampasan harta.
- Ditinjau dari segi
macamnya jarimah yang diancamkan hukuman, hukuman dapat dibagi kepada
empat bagian, yaitu sebagai berikut:
a.
Hukuman
Hudud, yaitu
hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.
b.
Hukuman
Qishash dan diat, yaitu
hukuman yang ditetapkan atas jarimah qishash dan diat.
c.
Hukuman Kifarat, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagaian jarimah qishash
dan diat dan beberapa jarimah ta’zir.
d.
Hukuman ta’zir, yaitu
hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir.
Pembagian hukuman
yang kelima ini merupakan pembagian yang sangat penting, karena sebenarnya
inilah substansi dari hukuman dalam hukum pidana Islam. Bagian inilah yang akan
dijelaskan dalam uraian dibawah ini.
- Hukuman-hukuman untuk Jarimah Hudud
Hukum hudud adalah hukuman-hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah
hudud, jarimah hudud ada tujuh macam yaitu:
·
Zina,
·
Qadzaf
(penuduhan zina),
·
Minum
minuman keras,
·
Pencurian,
·
Hirabah
(perampokan),
·
Riddah
(murtad), dan
·
Pemberontakan.
a. Hukuman untuk Jarimah Zina
Syariat
Islam telah menetapkan tiga jenis hukuman untuk jarimah zina yaitu: Dera
(Jilid), Pengasingan, Rajam.
- Hukuman dera seratus
kali dan pengasingan
ditetapkan untuk pelaku zina yang keduanya ghoir muhshan (belum menikah).
- Hukuman rajam bagi pelaku zina yang keduanya Muhshan
(menikah).
- Kalau
pelakunya yang satu ghoir muhshan dan satunya muhshan maka yang muhshan
dirajan dan yang ghoir muhshan di dera(jilid) dan diasingkan.
Dasar
hukuman dera seratus kali:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ
جَلْدَةٍ ۖ وَلَا
تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ [٢٤:٢].
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah beas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah,jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman.” (QS.an-Nuur: 2)
Dasar hukuman
pengasingan bagi pelaku zina ghairu muhshan:
...البكر بالبكر
جلد مائة و نفى سنة...
“Jejaka dan gadis hukumannya
jilid seratus kali dan pengasingan selama satu tahun” (HR. Jama’ah kecuali
al-Bukhari dan an-Nasa’i).
Dasar hukuman rajam bagi pelaku
zina muhshan:
...والثيب بالثيب جلد مائة والرجم.
“Dan janda dengan duda
hukumannya jilid seratus kali dan rajam” (HR.
Jama’ah kecuali al-Bukhari dan an-Nasa’i).
b. Hukuman untuk Jarimah Qadzaf (Penuduhan Zina)
Hukuman untuk jarimah qadzaf dalam
syariat islam ada dua yaitu:
- Hukuman pokok, yaitu jilid, Jilid untuk pelaku Qadzaf berbeda dengan
zina yang jumlahnya hanya delapan
puluh kali cambukan
- Hukuman Tambahan;
yaitu pencabutan hak untuk menjadi saksi.
Dasar
Hukumnya:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا
بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا
لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ [٢٤:٤]
“dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS.an-Nuur:
4).
c. Hukuman Minum
Minuman Keras
Hukuman
untuk minum minuman keras adalah jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali
dera. Imam Syafi’i berpendapat bahwa 80 kali jilid tersebut 40 kali jilid
termasuk had sedangkan 40 kali adalah ta’zir yang hanya dijatuhkan oleh hakim
kalau dipandang perlu oleh hakim.
Larangan
meminum minuman keras terdapat dalam QS.al-Ma’idah: 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [٥:٩٠]
“hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (minuman) khamr, judi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan yang keji termasuk perbuatan syaiton. Maka
jauhilah perbuatan-itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS.al-Maidah:90).
Sedangkan
untuk hukumannya tercantum dalam hadis Nabi saw:
عن
عبدالله بن عمر قال رسول الله ص م : من شرب الخمر فاجلدوه فإن عاد فاجلدوه...
“dari Abdullah Ibn’
Umar ia berkata: telah bersabda Rasullulah Saw” barangsiapa yang meminum khamr
maka jilidlah ia, apabila ia mengulanginya, maka jilidlah ia, apabila
mengulangi lagi jilidlah ia.” (HR.Ahmad).
d.
Hukuman untuk Jarimah Pencurian
Jarimah pencurian diancam dengan hukuman potong tangan. Para
fuqaha telah sepakat, bahwa dalam pengertian tangan termasuk juga kaki. Apabila
seseorang melakukan pencurian untuk yang pertama kalinya maka tangan kanannya
yang dipotong, dan jika mencuri kembali untuk kedua kalinya maka kaki kirinya
yang dipotong.
Dasar
hukuman bagi pelaku pencurian:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا
جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [٥:٣٨]
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah, dan Allah maha perkasa lagi maha Bijaksana” (QS.al-Ma’idah:
38).
e. Hukuman untuk jarimah
Perampokan
Syariat Islam
menetapkan empat macam hukuman untuk tindak pidana perampokan (hirabah)
yaitu:
·
Hukuman
mati dan salib, jika merampas dan membunuh korban.
·
Potong
tangan dan kaki secara silang, jika merampas dan tidak membunuh.
·
Hukuman
mati, jika membunuh korban,tidak merampas hartanya.
·
Pengasingan,
jika hanya menakut-makuti orang yang lewat dijalan, tetapi tidak merampas
hartanya.
Dasar
hukumannya:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ
يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلَافٍ أَوْ
يُنفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ [٥:٣٣]
“Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasulnya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka itu dibunuh atau di salib, dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamaanya) yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di
dunia, dan di akherat mereka peroleh siksaan yang besar”. (QS.al-Ma’idah:
33).
f. Hukuman Jarimah Riddah (Murtad)
Jarimah riddah diancam dengan
dua hukuman, yaitu hukuman mati sebagai hukuman pokok, dan penyitaan harta
sebagai hukuman tambahan. Hukuman mati bagi orang yang
murtad didasarkan pada hadist nabi Saw. HR Bukhari. Yang artinya:
“dari Ibn Abbas ra, ia berkata: Telah bersabda RasullAllah Saw:
“barang siapa mengganti agamannya maka bunuhlah ia”.
Dalam hal penyitaa harta ini
banyak sekali perbedaan pendapat namun ada pendapat yang kuat yaitu mengatakan
bahwa harta yang disita hanya sebatas harta yang diperoleh setelah dia murtad
sedangkan harta sebelumnya diserahkan kepada ahli warisnya yang masih muslim.
g. Hukuman untuk Jarimah
Pemberontakan
Hukuman
untuk jarimah pemberontakan adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan pada Firman Allah Swt dalam surat al-Hujuraat: 9:
وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
ۖ فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا
عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ
اللَّهِ ۚ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [٤٩:٩]
“dan jika ada dua golongan dari
orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduannya. Jika salah
satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah: jika golongan itu telah kembali (kepad perintah Allah),
maka damaikanlah antara keduannya dengan adil dan berlaku adilah sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Yang
lebih tegas tentang hukuman bagi jarimah pemberontakan adalah terdapat dalam
hadis Nabi saw HR. Muslim. Yang artinya” Dari
Urfajah ibn syuraih ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda:”barang
siapa yang dating kepeda kamu sekalian, sedangkan kalian telah sepakat kepada
seorang pemimpin, untuk memecah belah belah kelompok kalian, maka bunuhlah
dia”.
2. Hukuman-hukuman untuk Jarimah Qishash dan Diat
Jarimah
qishash dan diat ada lima macam, yaitu:
1)
Pembunuhan sengaja,
2)
Pembunuhan menyerupai sengaja,
3)
Pembunuhan karena kesalahan
(tidak sengaja),
4)
Penganiayaan sengaja,
5)
Penganiayaan karena kesalahan
(tidak sengaja).
Hukuman-hukuman yang diancamkan
kepada jarimah-jarimah tersebut adalah:
1)
Qishash
2)
Diat
3)
Kifarat
4)
Hilangnya hak waris dan hak
wasiat.
- Hukuman Qishash
Pengertian qishash sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad
abu zahrah adalah sebagai berikut: Qishash adalah memberikan hukuman kepada
pelaku perbuatan persis seperti apa yang dilakukan terhadap korban.
Qishash didasarkan kepada Firman Allah Swt dalam surah
al-Baqarah ayat 178-179:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ
بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ
لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ
بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ
مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ
بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ [٢:١٧٨]وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ
يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ [٢:١٧٩]
“ Hai orang-orang yang beriman,
telah diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh;
orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu permaafan dari saudaranya,
hendaklah yang dimaafkan membayar(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah
itu, maka baginya siksa yang amat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertaqwa.”
Hukuman qiashash ini berlaku untuk jarimah-jarimah pembunuhan sengaja dan
penganiayaan sengaja. Baik dalam pembunuhan maupun penganiayaan korban maupun
walinya diberi wewenang untuk memberikan ampunan terhadap pelaku apabila ada
pengampunan maka hukuman qishash bisa gugur dan diganti dengan hukuman diat.
- Hukuman Diat
Diat adalah hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan
menyerupai sengaja dan tidak sengaja. Ketentuan ini didasarkan kepada Firman Allah Swt dalam
surah An-Nisaa’ ayat 92:
وَمَا
كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ
مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَن يَصَّدَّقُوا ۚ
...[٤:٩٢]
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin (yang lain) kecuali kerena tersalah (tidak sengaja): dan barang siapa
membunuh orang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba
sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya
(orang yang terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah”.
Meskipun
bersifat hukuman, namun diat merupakan harta yang diberikan kepada korban atau
keluarganya, bukan kepada berbendaharaan Negara dalam hal ini diat hampir mirip
dengan ganti kerugian.
- Hukuman Kifarat
Hukuman kifarat dijatuhkan atas
pembunuhan karena kekeliruan (tidak sengaja) dan menyerupai sengaja. Adapun
hukumannya adalah membebaskan seorang hamba yang mukmin.Apabila tidak mampu maka hukumannya diganti dengan puasa
dua bulan berturut-turut. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Swt dalam
surah An-Nisaa’ ayat 92:
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ
اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا [٤:٩٢].
”…Barang siapa yang tidak memperolehnya ia (si
pembunuh)berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai cara taubat kepada Allah. Dan
adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
- Hukuman Pencabutan hak Waris dan Wasiat
Pencabutan hak waris dan hak wasiat merupakan hukuman tambahan,
disamping hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan. Ketentuan ini
didasarkan hadis Nabi saw yang artinya ; “Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya
dari kakeknya ia berkata, Rasulullah saw telah bersabda, ‘Tidak ada bagian
sedikit pun dari warisan bagi seorang pembunuh’”. (HR.an-Nasa’i dan
ad-Daruquthni).
3. Hukuman Jarimah Ta’zir
Hukuman ta’zir, seperti yang dikemukakan oleh Imam
Al-Mawardi adalah sebagai berikut:Ta’zir adalah hukuman yang bersifat
pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannyabelum ditetapkan oleh
syara.
Jarimah
ta’zir jumlahnya sangat banyak, kerena mencakup semua perbuatan maksiat yang
hukumannya belum ditentukan oleh syara dan diserahkan kepada ulil amri untuk
mengaturnya. Jadi intinya jarimah yang tidak diatur dalam syara seperti:
hukuman kawalan, hukuman pengucilan, dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar