KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Oleh: Muhammad Ragil
A.
Pengertian Kekerasan Seksual terhadap Anak
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia kekerasan diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik
atau barang orang lain. Kekerasan bisa juga berarti paksaan. Secara umum
kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan satu individu
terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan atau mental. Yang
dimaksud dengan anak ialah individu yang belum mencapai usia 18 tahun. Oleh
karena itu, kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang
/individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan
kondisi fisik dan atau mentalnya terganggu. Seringkali istilah kekerasan pada
anak ini dikaitkan dalam arti sempit dengan tidak terpenuhinya hak anak untuk
mendapat perlindungan dari tindak kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan pada
anak juga sering kali dihubungkan dengan lapis pertama dan kedua pemberi atau
penanggung jawab pemenuhan hak anak yaitu orang tua (ayah dan ibu) dan keluarga.
Kekerasan yang disebut terakhir ini di kenal dengan perlakuan salah terhadap
anak atau child abuse yang merupakan bagian dari kekerasan dalam rumah
tangga (domestic violence).
Menurut Indra
Sugiarno Kekerasan pada anak atau perlakuan salah pada anak adalah suatu
tindakan semena-mena yang dilakukan oleh seseorang seharusnya menjaga dan
melindungi anak (caretaker) pada seorang anak baik secara fisik,
seksual, maupun emosi. Pelaku kekerasan di sini karena bertindak sebagai caretaker,
maka mereka umumnya merupakan orang terdekat di sekitar anak. Ibu dan bapak
kandung, ibu dan bapak tiri, kakek, nenek, paman, supir pribadi, guru, tukang
ojek pengantar ke sekolah, tukang kebon, dan seterusnya.
Adapun
pengertian kekerasan atau pelecehan seksual menurut kamus besar bahasa
Indonesia (1990) adalah pelecehan yang berupa bentuk pembendaan dari kata kerja
melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah dan mengabaikan.
Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenaan dengan seks atau jenis
kelamin, hak yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti suatu
bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal-hal yang berkenaan
dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki-laki dan
perempuan.
Dalam pelecehan
seksual terdapat unsur-unsur yang meliputi:
1. Suatu perbuatan yang berhubungan dengan
seksual.
2. Pada umumnya pelakunya laki-laki dan korbannya
perempuan, walaupun bisa juga laki-laki yang menjadi korbannya.
3. Wujud perbuatan berupa fisik dan non fisik.
4. Tidak ada kesukarelaan.
Tindakan pelecehan seksual, baik bersifat ringan (misalnya secara verbal) maupun
yang berat (seperti pemerkosaan) merupakan tindakan menyerang dan merugikan
individu yang berupa hak-hak privasi dan berkaitan dengan seksualitas. Demikian
juga, hal itu menyerang kepentingan umum berupa jaminan hak-hak asasi yang
harus dihormati secara kolektif.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelecehan atau kekerasan
seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa
atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk
pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk
melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang
tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak,
melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin
anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis),
melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual
seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi
anak.
Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual anak" merupakan istilah
umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat
dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di
bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual.
B. Bentuk-bentuk
Kekerasan Seksual terhadap Anak
Kekerasan seksual terhadap anak mencakup berbagai
pelanggaran seksual, termasuk:
·
Pelecehan seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana
di mana seseorang yang telah dewasa menyentuh anak di bawah umur untuk tujuan
kepuasan seksual, misalnya perkosaan (termasuk sodomi), dan penetrasi seksual
dengan objek, dan semisalnya.
·
Eksploitasi seksual - istilah ini didefinisikan sebagai suatu tindak pidana
di mana orang dewasa melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur untuk
promosi, kepuasan seksual, atau keuntungan, misalnya melacurkan anak, dan
menciptakan atau melakukan perdagangan pornografi anak.
·
Perawatan seksual - menentukan perilaku sosial dari pelaku seks anak yang
potensial yang berusaha untuk membuat mereka menerima rayuan yang lebih
sedikit, misalnya di ruang bincang-bincang dan sebagainya.
C.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual terhadap Anak
Beberapa
faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak antara lain:
a.
Faktor Lingkungan Keluarga
Lingkungan
keluarga menjadi salah satu faktor utama terjadinya kekerasan seksual terhadap
anak. Kurangnya keharmonisan dalam suatu keluarga, dapat berimbas menjadi suatu
tindakan kekerasan terhadap anak, bahkan kekerasan seksual yang kadang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Selain itu, kurangnya perhatian orang
tua juga dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Anak
yang kurang bahkan tidak diperhatikan oleh orang tuanya akan cenderung hidup
dalam lingkungan pergaulan yang bebas, bahkan menyimpang, sehingga tidak jarang
terjadi berbagai kejahatan seperti kejahatan seksual. Begitu juga dengan anak
yang tidak mendapat perlindungan dari keluarga terutama orang tuanya, ia akan
memiliki risiko yang besar menjadi korban kejahatan, termasuk kejahatan
seksual.
Tidak jarang
kekerasan seksual terhadap anak justru dilakukan oleh orang tuannya sendiri.
Hal ini karena tidak adanya keharmonisan dalam keluarga serta tidak adanya
kesadaran dari orang tua bahwa anak adalah amanah Tuhan yang harus dijaga dan
dilindungi, bukan untuk disakiti bahkan menjadikorban kekerasan seksual.
b.
Faktor Ekonomi
Faktor
perekonomian yang miskin juga menjadi sebab terjadinya kekerasan seksual
terhadap anak. Kehidupan seseorang yang berada dalam kemiskinan bisa membuatnya
menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang, termasuk dengan melakukan
eksploitasi seksual terhadap anak, seperti menjadikannya pelacur untuk
menghasilkan uang. Hal tersebut termasuk contoh kekerasan seksual terhadap
anak.
c.
Faktor Lingkungan Pergaulan
Lingkungan
pergaulan yang salah dan buruk akan membuat seorang anak rawan menjadi korban
kejahatan, termasuk kejahatan pelecehan seksual, baik yang dilakukan oleh orang
dewasa maupun oleh sesama anak-anak atau remaja.
d.
Faktor Teknologi dan Media Massa
Perkembangan
teknologi dan media massa selain membawa dampak positif juga membawa dampak
negatif. Salah satu yang menyebabkan dampak negatif dari teknologi dan media
massa adalah banyaknya berita, tayangan, gambar, maupun video yang menampakkan
adegan-adegan atau halyang tidak senonoh, khususnya yang melanggar norma-norma
kesusilaan seperti adegan seks, gambar porno, video kejahatan seksual dan lain
sebagainya. Media-media tersebut dapat mempengaruhi seseorang sehingga ia ingin
menirunya. Hal inilah yang mendorongnya untuk melakukan kejahatan atau
pelecehan seksual yang tidak jarang korbannya adalah anak-anak.
e.
Faktor Psikologi
Kondisi
psikologi seseorang yang mengalami gangguan dapat menyebabkan perilaku
menyimpang atau kejahatan, termasuk kekerasan seksual terhadap anak. Contoh
gangguan psikologi yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan seksual terhadap
anak adalah hypersex (kegemaran untuk melakukan hubungan seks yang
terlalu tinggi) dan juga pedofilia (kecenderungan orang dewasa tertarik dengan
anak-anak). Dua gangguan psikologi tersebut merupakan faktor yang sangat banyak
menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Orang yang memiliki nafsu seks yang
terlalu tinggi, ia cenderung akan melakukan hubungan seks dengan siapa pun,
termasuk anak-anak, walau dengan jalan memaksa atau menyakiti anak. Begitu juga
dengan pengidap pedofilia, ia menjadi terobsesi untuk melakukan hubungan
seksual terhadap anak, sehingga ia terdorong untuk melakukan kekerasan seksual
terhadap anak.
f.
Faktor Kurangnya Pendalaman Agama
Salah satu faktor
terbesar terjadinya kekerasan seksual terhadap anak adalah kurangnya pemahaman
serta pendalaman agama. Seseorang yang tidak mau memahami dan menaati agama
maka ia akan cenderung melakukan berbagai perbuatan dosa.
Seseorang yang
memahami agama, khususnya Islam, tentu ia juga memahami bahwa melakukan
kekerasan terhadap anak itu perbuatan yang keji dan dilarang, apalagi kekerasan
seksual.
Anak merupakan
amanah dari Allah yang harus dilindungi, dididik dan dinafkahi, bukan untuk
diperlakukan secara semena-mena. Dalam mendidiknya pun dtidak boleh dengan
menggunakan kekerasan. Rasulullah memeintahkan kita untuk menyayangi anak dan
tidak berbuat sewenang-wenang. Orang tua yang menyiksa anaknya hingga
membuatnya durhaka akan mendapat laknat Allah, sebahaimana wasiat Nabi Muhammad
saw:
لَعَنَ اللهُ وَالِدَيْنِ
حَمَلاً وَلَدَهُمَا عَلَى عُقُوقهِمَا.
“Allah
melaknat orangtua yang membawa anaknya untuk durhaka kepada keduanya”.
Begitu juga
Allah memeintahkan untuk senantiasa menjaga keluarga, termasuk anak dan tidak
berbuat semena-mena terhadapnya. Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…" [at Tahrim : 6].
Dengan demikian
maka jelaslah bahwa kekerasan terhadap anak meupakan pebuatan yang keji,
apalagi kekerasan seksual.
D.
Hukuman bagi pelau kekerasan seksual terhadap Anak dalam hukum
positif Indonesia
Anak merupakan
amanat yang harus dilindungi dan disayangi. Kekerasan terhadap anak harus
dihukum berat, apalagi kekerasan seksual. Berikut adalah hukuman bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana yang tercantum dalam UU No.23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak:
1.
Hukuman bagi pelaku penelantaran anak hingga menyebabkannya
mengalami pelecehan seksual tertera dalam pasal 78 UU No. Tahun 2002:
“Setiap
orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak
dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban
kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.
2.
Hukuman bagi orang yang memaksa anak melakuan persetubuhan tertera
pada pasal 81 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002:
“(1) Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
3.
Hukuman bagi pelaku eksploitasi seksual terhadap anak tertera pada
pasal 88 UU No.23 Tahun 2002:
“Setiap
orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah)”.
Itulah hukuman
bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan adanya hukuman yang berat
tersebut, diharapkan kekerasan seksual terhadap anak semakin terminimalisir.
Hendanya kita juga menjauhi dan menjaga diri dari melakukan kekerasan seksual
terhadap anak karena itu meupakan perbuatan yang keji dan bertentangan dengan
syariat Islam dan Undang-undang yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar